Bagaimana isu lingkungan, gambut khususnya, dapat meminjam seni dan sastra untuk berkomunikasi dan mengambil hati pembaca
Bagaimana seni dan sastra mengorientasi pembaca dalam memaknai, menggunakan, atau bahkan memahami konflik terkait alam, lingkungan, dan keberlangsungan (sustainability)? Bagaimana hubungan kita—sebagai individu dan sebagai bagian dari masyarakat—dengan hutan, air, lingkungan, atau gambut dibentuk oleh tradisi, budaya, seni, dan literatur, alih-alih oleh ilmu pengetahuan? Bagaimana teks-teks kesusastraan mengorientasi cara pandang kita terhadap bumi, dan membantu pembaca untuk melihat lebih jauh dari kemampuan ilmu pengetahuan untuk mendefinisi alam dan lingkungan; hingga akhirnya dapat membuat isu-isu lingkungan dan krisis iklim menjadi semakin relevan dalam kehidupan sehari-hari? Berbeda dengan sebagian besar produk ilmiah dalam masa post truth ini, sastra bisa jadi memiliki dampak emosional yang lebih mendalam bagi pembaca individu, sekaligus juga mempengaruhi tradisi dan budaya dalam masyarakat. Dalam masa post-truth, produk dan informasi ilmiah kerap ditolak dengan alasan emosi