semua yang tidak feminis adalah seksis
“Ini baru mau pulang atau mau pergi,” gumam seorang bapak
dengan muka nyinyir sembari menatap saya saat melintas di sebelahnya. Dia
memastikan betul agar gumaman tersebut cukup keras agar terdengar.
Saat itu Sabtu pukul 7 pagi, saya tidak punya waktu
untuk meladeni ketidaksopanan dan nyinyiran seksis semacam itu. Saya paham betul
di lingkungan tempat tinggal, perempuan pulang malam (apalagi pagi) akan dicap perempuan
nakal, atau minimal perempuan nggak bener. Meski saat itu saya sesungguhnya baru keluar rumah menuju Bogor, tak
sekalipun merasa perlu menanggapi si bapak.
Di kereta menuju Bogor, saya berpikir, apabila saya adalah anak
laki-laki, apakah si bapak akan melakukan yang sama? Lalu pertanyaan tersebut
meluas.
Kalau saya laki-laki, apakah tukang ojek pangkalan akan
tersu menerus memanggil-manggil dan menawarkan ojek dengan agresif?
·
Kalau saya laki-laki apakah para pemuda
nongkrong akan bersiul-siul ketika saya lewat?
·
Kalau saya laki-laki, apakah saya masih akan
ditanya “diambil di mana sama dia?” setiap kali saya ke Bali atau Gili bersama
pacar yang bukan orang Indonesia?
·
Kalau saya laki-laki apakah rekan kerja masih
akan bertanya kepada saya “itu menurut kamu atau menurut wartawan” saat saya
memberikan analisa terhadap suatu rencana?
·
Kalau saya laki-laki apakah orang masih akan
bilang: ngapain sih cari sekolah jauh-jauh ke Amerika?
·
Kalau saya laki-laki apakah orang masih akan
bilang: jangan terlalu mengejar karir?
·
Kalau para Ibu-ibu Kendeng adalah laki-laki,
apakah Dian Sastro masih akan menyuruh mereka mengurusi hal hal domestik?
Saya kira ini adalah cara paling mudah menetukan apakah
sikap seseorang terhadap kamu seksis/ misoginis atau tidak. Kalau mereka hanya
melakukan hal tersebut kepada perempuan, bisa jadi hal tersebut seksis.
Sebab itu sebenarnya kita tidak perlu label feminis, karena sesungguhnya yang dilabel sebagai feminis ini cuma hal-hal manusiawi, cuma memanusiakan
perempuan. Apalagi label lebih sering digunakan untuk hal-hal buruk. Maka yang kita
perlukan adalah label seksis, semua yang tidak feminis adalah seksis. Semua
yang tidak memanusiakan perempuan adalah seksis.
Misalnya saja, perempuan yang menolong para perempuan korban
pemerkosaan, para perempuan yang memberdayakan perempuan korban kekerasan rumah
tangga dan kekerasan dalam pacaran, perempuan yang mendirikan sekolah bagi
perempuan karena di daerahnya perempuan lebih banyak dinikahkan saat baru berumur
12, yang mereka lakukan adalah menolong manusia lain yang diperlakukan tidak
adil. Sebab itu tidak adil kalau mereka dilabel feminis, sementara para pelaku tidak
disebut seksis.
Jangan salah, tentu saya tidak anti feminisme, juga tidak
alergi terhadap kata tersebut. Saya hanya ingin menekankan bahwa yang dilakukan
para feminis adalah hal-hal normal memanusiakan manusia lain. Menjadi tidak
normal karena kita berada di dalam lingkungan yang sangat patriarki dan
memperlakukan perempuan solah-olah kelas dua.
Sebab itu, semua yang tidak feminis adalah seksis, atau
bahkan misoginis.
Comments
Post a Comment