Posts

Showing posts from June, 2015

perihal pulang kampung

Saya baru mendarat dari Manila saat bertemu kawan dari kampung halaman di Soekarno-Hatta. Seperti biasa, percakapan basa-basi dari mana, mau ke mana, apa kabar, meluncur begitu saja. Sampai akhirnya muncul pertanyaan mudik lebaran. Tahun ini saya memutuskan untuk tidak pulang, dan si kawan menjawab: ah, bukannya kamu memang lebih sering pergi ke sana-sini tapi jarang pulang? Tentu saya menolak pernyataan tersebut. Tiga hari setelah percakapan tersebut, akhirnya baru menyadari bahwa ternyata pada tahun lalu tak mudik juga pada saat lebaran. Tidak pulang ke rumah. Aneh juga mendengar tidak pulang ke rumah, padahal rumah adalah di manapun saya berada. Namun tidak bagi sebagian orang, definisi rumah didominasi oleh keberadaan orang lain, ayah-ibu, atau suami/istri dan anak. Maka bagi yang belum berencana menikah, rumah adalah di mana orang tua berada. Sebagai perantau sejak usia 16 tahun, saya tak pernah terpikir untuk pulang dan menetap di tempat Ibu saat ini berada, atau pulang

bayangan tukang cukur

Aku masih merapal mantra membakar suara membaui kata-kata Pada mulanya adalah sudut rumah, jendela, buku-buku, dan secangkir pagi Lalu di sudut jalan yang tersapu satu-satu hujan kemarau tukang cukur manggut-manggut mengantuk di bawah pohon rindang mata pisaunya mengilat saat menggunduli bayangnya sendiri

Berolah Raga dan Berterima Kasih

Awal tahun lalu dokter mengatakan lutut yang berharga ini harus dioperasi supaya bisa dipakai berjalan kaki lagi. Robeknya tulang lunak di lutut kiri memang merepotkan, tak bisa berjalan--apalagi berlari, dan naik-turun tangga merupakan siksaan terberat. Hampir 1,5 tahun kemudian, alias sekarang, saya sedang senang-senangnya karena lutut sudah hampir normal kembali paska operasi. Kalau akhir tahun lalu cuma bisa bersepeda cantik dan statis pula (baca: super ringan dan dapat dilakukan sambil baca buku), sekarang sudah bisa sepeda betulan, bahkan bisa berlatih squat dengan beban, dan... lari! Bisa berlari lagi rasanya seperti anugerah betul! Momen-momen pertama bisa berlari kembali adalah saat paling haru dan ajaib, saya jadi sadar bahwa selama ini tak terlalu menghargai tubuh, dan hanya taken for granted saja. Lupa mendengarkan tubuh, lupa berterima kasih pada tubuh, dan terlalu fokus pada hal-hal atribusi; seperti seberapa jauh bisa berlari, seberapa lama bisa berlari, alih-al

if we

if we give up on distance maybe that is the limit of our strength if we give up on distance maybe i will never go home if we give up on distance maybe i just don't even know myself if we give up on distance ...