Raja Ampat mahal? MITOS!



Sebagai seorang penyelam abal-abal, Raja Ampat yang katanya memiliki surga di dasar samudera tentu jadi destinasi impian. Apa daya, dompet cuma mampu ke Pulau Seribu.

Begitulah Raja Ampat menjadi salah satu liburan impian yang (tadinya) kupikir tak perlu direalisasikan karena membayangkan mahalnya saja sudah bikin konstipasi.

Apalagi banyak beredar kabar yang mengatakan, "lebih murah ke luar negeri dari pada ke Papua. Mending ke luar negeri aja sekalian". Meski tetap bisa disanggah, "luar negeri-nya mana dulu? Sama cantik, nggak?" Tapi kan tetap juga bikin ciut nyali.

Persoalan infrastruktur yang kalah jauh dibanding Pulau Jawa adalah satu persoalan tersendiri yg membuat wilayah timur Indonesia menjadi mahal. Sialnya, masalah infrastruktur kemudian membawa persoalan lain: distribusi barang dan jasa yang tak mudah membuat beberapa barang menjadi langka, salah satunya bahan bakar.

Bahan-bakar minyak berada pada titik paling mahal di wilayah timur Indonesia. Beruntung Sorong dan Raja Ampat masih termasuk wilayah yang tak terlalu gila mahalnya, itu saja sudah dua kali lipat jika dibandingkan dengan harga-harga di Pulau Jawa.

Tak heran, hampir seminggu di Sorong, banyak mobil parkir bermalam di pom bensin. Awalnya saya pikir antrian terjadi karena harga premium akan naik, namun ternyata antrian ini adalah pemandangan biasa di sana.

Kabar baiknya, bahkan dengan fakta tersebut ternyata mitos mahalnya Raja Ampat masih perlu dibelejeti, karena raja Ampat tak melulu semahal yang diceritakan orang.


1. Transportasi

Mungkin transportasi menjadi cerita horor utama dalam menyusun rencana liburan di Raja Ampat. Semahal apa sih?

Keberangkatan yang mendadak membuat saya harus membayar biaya penerbangan sebesar Rp6,2 juta pergi-pulang Jakarta-Sorong. Namun, perlu diingat tiket tersebut dibeli 24 jam sebelum keberangkatan dengan menggunakan maskapai yang memang cukup mahal. Kupikir harga ini tentu tak bisa jadi acuan.

Seorang teman yang merancang liburan natal 2014 ke Raja Ampat mengatakan mendapatkan tiket seharga Rp4 juta untuk pergi-pulang Jakarta-Sorong, dan Rp3,5 juta untuk pergi-pulang Jogjakarta-Sorong.

Kalau sudah di Sorong, transportasi selanjutnya adalah kapal laut ke Raja Ampat dari Pelabuhan Rakyat Sorong. Tiket ekonomi (sudah menggunakan AC) sebesar Rp100.000, dan tiket VIP sebesar Rp150.000. Tidak ada biaya tambahan untuk masuk pelabuhan.

Kelas VIP dan ekonomi menurut saya tak jauh berbeda. Kelebihan VIP adalah pendingin udara yang lebih terasa, dan fasilitas karaoke. Saya lebih memilih membayar kelas ekonomi karena toh selama perjalanan yang cuma 1,5 jam itu saya lebih suka duduk di luar, menikmati pemandangan dan angin laut.

Begitu sampai di Waigeo, transportasi utama adalah ojek. Sekali destinasi ojek rata-rata Rp50.000, dan mobil sewaan sekitar Rp200.000/ orang. Namun, kunci utama di Papua adalah baik dengan orang. Harga mobil tersebut masih bisa ditawar.

Nah, ketika sudah di Raja Ampat ini transportasi baru terasa agak mahal. Untuk berkeliling ke pulau-pulau lain pengunjung harus menyewa perahu motor. Harganya bervariasi mulai dari Rp5 juta hingga Rp20 juta tergantung jenis perahu dan seberapa jauh perjalanan. Saya menyewa speed boat dengan harga Rp5 juta untuk perjalanan seharian ke Piaynemo, Teluk Kabui dan Pasir Timbul, serta diving di Koruo Channel. Terdengar mahal karena solo travel (beruntung akhirnya menemukan solo traveler lain untuk berbagi biaya), tetapi kalau saja berenam, maka satu orang cukup membayar kurang dari Rp1 juta.

Cara lain untuk berkeliling dengan harga lebih murah adalah menumpang pada rombongan trip lain. Bisa jadi mendapatkan gratis. Namun ini sangat bergantung pada faktor keberuntungan, apakah ada rombongan yang masih memiliki tempat. 


2. Penginapan

Penginapan di Raja Ampat terhitung cukup murah. Home stay di bibir pantai di Piaynemo dijual dengan harga Rp500.000 termasuk makan tiga kali sehari, atau Rp300.000 tanpa makan. Penginapan di Waisai juga disewakan per kamar dengan harga Rp500.000 termasuk makan.

Jika ingin lebih murah lagi, menginaplah di Waigeo. Meski cukup jauh dari pantai, Waigeo memiliki beberapa penginapan yang disewakan mulai dari Rp100.000.

Perlu diingat, hitungan penginapan di Waisai ataupun Piaynemo biasanya per kepala.


3. Makan

Harga makanan di warung makan di Waigeo tak berbeda jauh dengan Jakarta, dengan sajian laut yang jauh lebih segar. Harga bervariasi mulai dari Rp15.000 hingga Rp35.000 sekali makan. Makan di waisai agak mahal apabila tidak mengambil paket makan dari penginapan. Misalnya mie instan menggunakan telur dekat dermaga Waisai bisa mencapai Rp40.000.

Pengunjung yang vegetarian, akan sedikit kesulitan mencari makanan yang sesuai. Saran saya, sebaiknya memasak saja. Pasar Rakyat Snon Bukor di Distrik Waisai Kota memiliki beragam jenis sayuran dengan harga rata-rata Rp5.000 per ikat.


4. Berkegiatan

Satu titik penyelaman dijual dengan harga Rp450.000 (termasuk dive guide) bagi yang telah memiliki sertifikat selam, dan Rp750.000 bagi yang ingin melakukan discovery dive. Harga ini tak berbeda jauh jika dibandingkan dengan menyelam di Tulamben, misalnya.

Bagi yang tidak menyelam, menyewa peralatan snorkling seharian hanya akan dikenakan biaya Rp100.000.

Sementara menunggu waktu terbang sesudah menyelam, menonton (bird watching) cendrawasih merah di Bukit Yenpapir bisa jadi pilihan kegiatan pagi dan sore hari. Bird watching dikenakan biaya bird guide Rp100.000 per kepala.



Masih merasa Raja Ampat terlalu mahal?

Kemarin dulu aku bertemu guru-guru muda yang pada akhir pekan atau musim liburan beralih profesi sebagai tour guide. Guru-guru muda ini sering kali merancang perjalanan murah untuk rombongan. Misalnya saja pada pertemuan lalu mereka bercerita pada Januari 2014 akan ada trip rombongan yang diberi harga Rp2 juta selama 3 hari sudah termasuk makan, penginapan, dan biaya speed boat untuk berkeliling Raja Ampat. Harga ini sama dengan harga trip akhir pekan ke Krakatau atau Ujung Kulon, kan.

Infrastruktur Papua memang kalah jauh dibanding Jawa, sebab itu efeknya harga-harga jadi lebih mahal. Namun, kabar dari para pelancong terdahulu yg seolah main-main ke Raja Ampat adalah tak terjangkau, perlu dipertanyakan lagi. Apalagi kalau sampai dibilang mendingan ke luar negeri dari pada ke Raja Ampat.


**Melakukan perjalanan pada 9-17 November 2014, sebelum pencabutan subsidi bahan bakar minyak**



Baca Juga:
Informasi awal soal Raja Ampat untuk Pemula
Sorong, Kota Matahari Tenggelam

Comments

  1. asik! lebih banyak ngajak orang lebih murah sik ya. dan gak dadakan kaya km penerbangannya hahaaakkk

    ReplyDelete
  2. Saya tertarik dengan tulisan anda yang mengenai "Raja Ampat mahal? MITOS!".
    Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai Pariwisata yang bisa anda kunjungi di Pariwisata Indonesia

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Seminggu tanpa sabun dan sampo

Let’s talk about casual internalized racism in this island

Mimpi