Sorong, Kota Matahari Tenggelam

Setiap kali mencari informasi tentang Sorong, melulu yang muncul adalah Raja Ampat. Sorong hanya dikenal sebagai gerbang menuju Raja Ampat. Sorong hanya penting sebagai bagian dari keindahan yang lain, bukan karena keindahan Sorong itu sendiri.

Sorong melulu digambarkan sebagai kota yang diekstraksi selama puluhan tahun, diambil isi perutnya, hingga hanya menyisakan panas dan debu bagi penduduk lokal.

Padahal Sorong adalah pesisir dengan pasir putih, pepohonan rindang di bibir pantai, serta semburat jingga senja. Senja di Sorong, adalah salah satu Senja paling cantik yang pernah aku lihat. Dengan tekstur kota berbukit-bukit, senja di Sorong menyajikan warna yang membuat saya menghela nafas.

Sebab itu, jika ingin menyebrang ke Raja Ampat, sempatkanlah barang sehari menginap di Sorong, minimal mengintip matahari terbenamnya, dan main-main di Teluk Kasuari.

Katakanlah pesawat mendarat di Sorong pada pukul 9.00 WITA, jika ingin ke Raja Ampat sebaiknya langsung menuju Pelabuhan Rakyat usai sarapan. Dari pelabuhan inilah kapal ke Raja Ampat akan mengangkut penumpang, pada pukul 14.00 WITA.

Namun, sekali lagi, saya menyarankan untuk singgah barang sehari di Sorong.

Untuk urusan makanan, Sorong tak memiliki keunikan khusus, sebab itu saya tak akan memiliki rekomendasi tempat makan berdasarkan kenikmatan makanannya. Akan tetapi, mumpung di Papua, boleh juga mencoba papeda dengan sup ikan kuah kuning.

Kemarin dulu papeda dengan ikan kuah kuning super enak yang saya icip adalah buatan ibu-ibu Gereja Hosana, Kampung Mangroholo, Sorong Selatan. Papeda memang agak tawar rasanya, tetapi dimakan dengan kuah kuning panas, sungguh menyegarkan. Ikan kuah kuning ini agak mirip dengan sup pindang patin a la Palembang, Sumatera Selatan, kuahnya ringan, dengan rasa asam-pedas.

Papeda, dengan ikan kuah kuning, tumis kangkung dan bunga pepaya, plus ikan bakar dan udang goreng.


Sayangnya saya tak punya kapabilitas untuk rekomendasi rumah makan yang menyediakan papeda di Sorong.

Makanan laut di Sorong sangat mudah ditemui dan harganya sangat murah. Misalnya saja satu porsi udang bakar (isi 3 dalam satu tusuk) dengan nasi dapat dibeli dengan harga Rp23.000, namun cah kangkung mencapai Rp50.000, dan tumis brokoli sekitar Rp70.000. Siap-siap saja banyak makan ikan selama liburan di Sorong-Raja Ampat.

Berkeliling Kota Sorong bisa ditempuh dengan menggunakan angkot dengan membayar Rp4.000 dalam satu rute, naik ojek, atau menyewa mobil. Harga ojek di Sorong tidak berbeda jauh dengan Jakarta, meski harga bensin di Sorong dua kali lipat dari harga Jakarta, dan membelinya pun harus antri puluhan ata bahkan ratusan meter. Metode lain yang bisa digunakan adalah menyewa mobil.

Harga pasaran persewaan mobil di Sorong lebih mahal jika dibandingkan dengan pasaran sewa mobil di Pulau Jawa. Menyewa minibus di dalam kota bisa menghabiskan biaya minimal Rp600.000 untuk setengah hari (12 jam), atau Rp90.000--100.000 per jam.

Meski demikian, apabila ingin menyewa mobil untuk keluar kota, harganya jauh lebih mahal. Siapkan Rp1.000.000--Rp1.500.000 sekali jalan (pergi saja, atau pulang saja), sedangkan untuk pergi-pulang akan menghabiskan sekitar Rp2.000.000--Rp3.000.000. Untuk mobil 4WD (double gardan) harga yang biasa ditawarkan minimal Rp3.000.000. Namun apabila anda memiliki kenalan penduduk lokal, mereka bisa menawar harga hingga 20% lebih rendah. Misalnya harga kendaraan double gardan ke luar kota bisa dipangkas menjadi Rp2.500.000.

Penginapan di Sorong juga tak sulit dicari. Kabarnya lantaran pemerintah mencanangkan Sail Raja Ampat 2014, beberapa hotel diminta cepat-cepat berdiri. Sebab itu jika mencari di internet, sebuah hotel jaringan internasional akan mudah ditemukan.

Hotel jaringan internasional tersebut tidak memiliki jasa jemput di bandara, tetapi mereka bsia menghubungkan dengan persewaan mobil. Biasanya akan diminta Rp150.000 untuk penjemputan di bandara. Namun apabila hotel memberikan langsung kontak jasa rental (atau jasa rental tersebut menghubungi), bisa saja ditawar Rp100.000, karena waktu tempuh hotel dengan Bandara Sorong Domine Eduard Osok hanya 10 menit.

Sambil menunggu matahari terbenam, yang bisa dilakukan adalah mengunjungi Teluk Kasuari. Atau kalau mencari-cari informasi dari situs berbahasa Inggris sih banyak yang menyarankan mengunjungi pasar tradisional. Tapi sebagai orang Indonesia, yang pasar tradisionalnya mirip-mirip juga, menurutku ini bukan cara terbaik menghabiskan waktu yang terbatas.

Perjalanan ke Teluk Kasuari memakan waktu sekitar 1 jam dari pusat kota. Namun pada akhir pekan perjalanan mungkin agak lebih lama karena banyaknya kendaraan yang menuju ke sana, tak sebanding dengan kemampuan infrastruktur penyangga.

Perjalanan Menuju Teluk Kasuari

Saat saya berkunjung, jalan menuju Teluk Kasuari sedang dicor, sebab itu beberapa ruas jalan hanya bisa digunakan satu sisi saja. Hal ini yang menyebabkan macet.

Perjalanan menuju Teluk Kasuari diramaikan oleh banyak papan nama pantai-pantai. Pantai-pantai ini bukanlah pantai pribadi, papan nama diberikan oleh warga kampung di sekitar pantai tersebut. Retribusi juga akan diambil oleh mereka, termasuk di Teluk Kasuwari.

Dugaan saya, retribusi ini tidaklah legal dari pemerintah. Warga akan meminta Rp30.000 untuk satu mobil. Meski salah satu tulisan pengunjung di situs perjalanan mengatakan harga ini bisa ditawar, saya memutuskan untuk tidak menawar harga tersebut. Rp30.000 tidak akan merugikan kita, dan mungkin berarti banyak buat masarakat di sekitar Teluk Kasuari. Asal jangan sampai diminta berulang-ulang saja.

Kunjungan  pada hari kerja membuahkan teluk yang bersih, jernih, lagi sepi. Seperti teluk milik pribadi. Anginnya sepoi, dan arusnya teduh. Jika dibandingkan dengan banyak pantai yang pernah saya kunjungi, Teluk Kasuari mungkin salah satu yang paling teduh arusnya.

Seperti pantai pribadi

Jika beruntung, kita bisa menemukan anak-anak sekitar main kejar-kejaran di pantai. Kejar-kejaran mereka bukan kejar-kejaran biasa. Mereka berlarian dari satu pohon ke pohon lain, dan salto di sini-sana, seperti pegiat parkour.

Agus Salim si Jago Parkour dan teman-temannya yang tinggal di sekitar Teluk Kasuari
Ongko, Fabio, dan Abi, anak-anak Serui yang sedang berlibur ke Sorong.


Di teluk ini juga masyarakat melakukan Balobe, kegiatan berburu ikan dengan panah, bukan dengan pancing. Balobe dilakukan tengah malam, kata Agus Salim, anak kelas 6 SD yang tiap malam balobe dengan menegndarai perahunya sendiri. Memangnya anak kota saja yang bisa memiliki kendaraan pribadi? ;)

Jangan lupa pesan es kelapa muda super segar, dengan cara makan tradisional, tanpa sedotan, tanpa sendok. Kita harus menghirup airnya langsung dari bolong kecil di ujung kelapa, lalu kelapa dibelah saat airnya sudah habis. Ini adalah hadiah dari Ibu Ongko dan Fabio.

Puas tak puas main di Teluk Kasuwari, saya sarankan untuk beranjak menuju Vihara Buddha Jayanti (Xing Chan Si) paling tidak pukul 17.00 WITA.

Vihara Buddha Jayanti

Tanpa macet, perjalanan akan memakan waktu sekitar 40 menit. Lalu untuk naik ke atas vihara, kita harus membayar Rp10.000. Persis di depan vihara inilah kita bisa menyaksikan matahari terbenam yang cantik, bahkan sebelum, saat, maupun sesudah terbenam.

Saat matahari terbenam

Pemandangan dari Depan Vihara adalah Pulau Jeffman, dan Pulau Buaya. Matahari akan terbenam dibalik kedua pulang, dengan foreground pelabuhan, kota di bawah, serta patung Buddha. Bukan pemandangan yang bisa kita lihat setiap hari.

Saat sudah terbenam

Alternatif lain menonton matahari terbenam saat sudah kelaparan adalah dari restauran Sunshine Beach di ujung Tembok Berlin. Menu di restauran ini bukan sesuatu yang bisa direkomendasikan, tetapi juga nggakk buruk-buruk amat. Restauran ini pas kalau ingin menonton matahari sambil duduk-duduk santai menikmati early dinner.

Matahari terbenam dari Berlin Baru

Atau jika ingin menikmati streetfood, sepanjang Tembok Berlin bisa menjadi pilihan. Kebanyakan warung-warung tenda tersebut menawarkan ikan bakar. Selain itu Berlin juga bukan pilihan buruk untuk menonton matahari terbenam. Hanya saja pada beberapa sisi Tembok Berlin mejadi terlalu tinggi, sehingga sulit menikmati matahari.

Pilihan ikan segar di Berlin, edisi penghabisan karena sudah menuju tengah malam.

Tembok Berlin sebenarnya adalah tembok yang dibangun pemerintah di sepanjang garis pantai untuk menghindari abrasi. Pada perkembangannya sepanjang tembok ini menjadi tempat nongkrong anak muda Sorong.

Kalau ingin nongkrong di sini, boleh juga sambil nyirih. Biar seperti anak muda Sorong masa kini.


**Melakukan perjalanan pada 9-17 November 2014, sebelum pencabutan subsidi bahan bakar minyak**



Baca Juga:

Informasi awal soal Raja Ampat untuk Pemula
Raja Ampat mahal, MITOS!

Comments

Popular posts from this blog

Mimpi

Let’s talk about casual internalized racism in this island

Addressing Climate Crisis with Ummah