Posts

Showing posts from July, 2014

mudik

aku tak bisa tidur seperti saat ayah pertama kali mengajak berlibur besok pagi pegi sekali aku hendak mudik koperku sudah siap di bawa ke udik "kau hendak mudik ke mana?" tanya ibu sambil merapikan kerah bajuku. Aku hendak mudik, ke dalam sajak dan kenangan. Kalau bertemu ayah di sana, akan kukatakan Ibu menitip salam.

takbir ramah, bukan takbir marah

Setiap kali mendengar takbir, aku selalu berpikir, ini kalimat yang sangat rendah hati. Bahwa yang akbar, yang besar, yang segala-galanya hanya Allah, Tuhan segala alam.  Muslim bertakbir pada banyak sekali kesempatan, saat bahagia, saat bersemangat, saat bersedih, saat bersembahyang, bahkan saat melakukan protes. Pada banyak kesempatan inilah diingatkan bahwa ada sesuatu yang amat besar, di luar nalar kita, di luar kemampuan manusia berpikir, yang mengatur semua ini. Sesuatu yang tak terjabarkan, tak terbandingkan.  Dengan kalimat yang sangat rendah hati seperti itu aku percaya bahwa sesungguhnya yang beragama adalah orang-orang yang sangat rendah hati, dan tidak judgemental. Alias tidak suka menghakimi orang lain, tidak menilai-nilai dan merendah-rendahkan. Karena mereka sadar hanya ada satu zat di atas segala-galanya. Siapalah kita hendak merendah-rendahkan orang lain. Mereka yang beragama dan bertuhan, dengan rendah hati mengakui ada zat yang jauh lebih ting

ayah hujan

seharian aku mencari-cari ayah berkelana ke penjuru rumah rupanya ayah sedang mengumpulkan hujan yang tumbuh di pekarangan ayah memasukan tiap tetes hujan ke dalam cangkir yang mendidih dan mengalir banjir bila hujan reda keranda ayah menyala dan hatiku yang terlalu penuh menggigil dari jauh

Selamat pagi, malam!

Image
SPOILER ALERT Jalanan Jakarta berubah romantis saat malam tiba, begitu kata Seno Gumira. Kota ini, meski di bawah naungan Bhinneka Tunggal Ika atas nama Indonesia dan mengakui setidaknya lima agama, rasanya seperti dimiliki satu agama saja. Corong-corong masjid bergantian masuk hingga ke ruang privat, di antara doa Cik Surya di hadap altar suaminya, juga di antara kemarahan saat menemukan nomor perempuan lain di dompet sang suami.  Cik Surya belingsatan, terobsesi pada perempuan yang menjawab panggilan dari nomor telepon selular suaminya dengan “Ya sayang… Sayang?”  Adzan yang sama juga masuk ke kamar Gia, saat dia menimbang-nimbang untuk menghubungi Naomi. Gia baru pulang dari New York, tidak bisa minum air keran, dan tidak bisa jalan kaki dengan tenang di trotoar. Gia rindu Naomi. Di ujung sana, Naomi yang kini bertransformasi menjadi mbak-mbak kelas menengah pesolek sedang kesal karena ada yang mencuri sepatunya dari lemari di pusat kebugaran. Sepatu hijau Nao