keluh


Jalanan penuh dengan bis-bis bau karat dan angkot omprengan, mobil yang dibeli lebih mahal dari nyawa demonstran, ojeg-ojeg yang menerjang badai demi selembar 20 baht, serta sumpah serapah orang-orang yang menua di jalanan.

Aku hendak mengeluh, sekali saja.
Soal ayah yang mati begitu cepat, dan adik-adik yang tumbuh begitu lambat.
Soal Ibu yang sakit melulu, dan uang yang tak seberapa itu.
Soal cinta yang tak pernah tepat waktu, dan rindu yang kuyu.
Soal kamu yang membuat hatiku kelu.

Biar menangis, sekali saja.
Berjalan tunduk, melontar-lontar kerikil dengan ujung sepatu. 
Mengunci diri dalam lemari, berteriak-teriak sampai tak tahu siapa dalam diri.
Terisak-isak sampai sesak. Tertidur dengan sembab.

Hujan masih berderas, dan hatiku mengerak.
Lalu ia berderak dalam kpeluh yang berserak.
(ah, hampir saja ku berteriak,
            dalam namamu)

Comments

Popular posts from this blog

Mimpi

Addressing Climate Crisis with Ummah