Dokter Gigi sukarela
"Nggak bisa dua jenis pemeriksaan sekaligus, Dek. Soalnya kami kan sifatnya membantu saja di sini, beramal sukarela," ujar Dokter Gigi yang memeriksaku.
Meski berobat di RSGM milik Pemprov Sumatera Selatan tidak berbayar, aku mengernyit juga saat si dokter bilang bahwa pekerjaan mereka adalah sukarela. Kok bisa sukarela? Apakah pemerintah Sumatera Selatan tidak menggaji mereka sampai mereka mengaku sedang bekerja sebagai sukarelawan?
Aku bertahun-tahun bekerja menjadi sukarelawan di banyak tempat, di Pusat Studi Seksualitas, di dapur umum waktu gempa besar melanda Jogja, hingga mengajar di pinggir rel kereta di Pasar Senen. Kesemuanya pekerjaan sukarela, tidak berbayar, bahkan sering kali nombok, mengeluarkan duit dari kantong pribadi agar pekerjaan sukarela tetap dapat berjalan.
Apakah beramal sukarela macam itu yang dimaksud si dokter gigi di RSGM milik Pemprov Sumsel itu? Apakah Pemerintah tidak membayar mereka selama bekerja, dan bahkan mereka sampai nombok untuk bisa menambal gigi para pasien?
Sayangnya aku tak punya bukti apakah mereka betul-betul bukan pekerja profesional. Apalagi google tak banyak menyajikan berita mengenai struktur APBD Sumatera Selatan, berapa alokasi dana yang dialirkan kepada dokter dan di mana saja dokter-dokter itu ditempatkan. Sebab itu selalu ada kemungkinan dokter-dokter di RSGM tersebut memang sukarelawan, bukan pekerja profesional.
Sampai akhirnya aku menemukan situs milik Alex Noerdin.
Meski tidak menampilkan informasi paling terkini, situs ini lumayan juga, setidaknya ada angka yang bisa ditampilkan.
Dana untuk membangun rumah sakit di atas lahan eks RS Ernaldi Bahar dianggarkan Rp90 miliar, diambil dari APBD Provinsi tahun 2013. Mengambil dana APBD, Sumatera Selatan juga telah membangun RSGM di atas lahan yang sama. Begitu keterangan situs milik Alex Noerdin.
Namun, aku masih belum mendapat data mengenai penggajian dan status pekerjaan dokter untuk bidang kesehatan di Sumatera Selatan. Tak ada bukti yang mengatakan bahwa mereka adalah pekerja profesional, seseorang yang dibayar untuk melakukan suatu pekerjaan.
Situs Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumatera Selatan dan beberapa situs pemerintah daerah juga tak satupun menampilkan realisasi anggaran.
(Ini persoalan klasik, selama jadi wartawan, lembaga yang aku temukan begitu rapi data anggaran di situsnya memang hanya bank sentral, kementerian saja tidak. Bahkan kalau mau minta data ke Kementerian harus mengikuti prosedur birokrasi rumit.)
Meski demikian, aku yakin pekerjaan mereka sebagai Dokter di RSGM Pemprov Sumatera Selatan tidak bisa didefinisikan sebagai pekerjaan sukarelawan. Memangnya mereka sedang bekerja di tenda pengungsi Taifun Haiyan dari Layte?
Memang ini hanya asumsi; asumsiku sebagian besar dokter dari RSGM adalah PNS dari Pemerintah Provinsi (karena anggaran rumah sakit tersebut juga berasal dari pemerintah provinsi). Asumsi ini diamini oleh asumsi seorang kawan yang kini sedang berjibaku untuk menjadi dokter gigi di Sumatera Selatan. Boleh dong berasumsi, kan ini bukan berita. Hehe...
Berdasar asumsi itu, maka gaji mereka berada dalam struktur APBD Sumatera Selatan. Sedangkan dana APBD tentu mengandung unsur penerimaan pajak.
Memang sih rasio penerimaan pajak Sumatera Selatan pada 2012 hanya mencapai 1,7%, tetapi dengan jumlah segitu sebenarnya Sumatera Selatan juga sudah masuk ke dalam provinsi yang memiliki rasio pajak di atas rata-rata agregat provinsi, kabupaten dan kota (rasio pajak untuk tingkat daerah dihitung berdasar perbandingan antara jumlah penerimaan pajak daerah dengan Produk Domestik Regional Bruto).
Adapun target penerimaan pajak 2012 adalah Rp10 triliun. Ini agak membingungkan karena di berita lain disebut APBD Sumatera Selatan 2013 cuma Rp6,6 triliun.
Baiklah. Karena sudah bukan wartawan, aku enggan memikirkan kenapa pemerintah kita tidak punya data yang transparan dan mudah diakses untuk anggaran.
Intinya, dalam dana-dana yang digunakan untuk membangun fasilitas tersebut--pun menggaji para dokter--terkandung dana-dana yang kita bayarkan kepada pemerintah, baik dari PBB, pajak kendaraan, pajak saat makan di restoran, pajak saat belanja produk sehari-hari, juga pajak saat berobat di rumah sakit.
Meski berobat di RSGM milik Pemprov Sumatera Selatan tidak berbayar, aku mengernyit juga saat si dokter bilang bahwa pekerjaan mereka adalah sukarela. Kok bisa sukarela? Apakah pemerintah Sumatera Selatan tidak menggaji mereka sampai mereka mengaku sedang bekerja sebagai sukarelawan?
Aku bertahun-tahun bekerja menjadi sukarelawan di banyak tempat, di Pusat Studi Seksualitas, di dapur umum waktu gempa besar melanda Jogja, hingga mengajar di pinggir rel kereta di Pasar Senen. Kesemuanya pekerjaan sukarela, tidak berbayar, bahkan sering kali nombok, mengeluarkan duit dari kantong pribadi agar pekerjaan sukarela tetap dapat berjalan.
Apakah beramal sukarela macam itu yang dimaksud si dokter gigi di RSGM milik Pemprov Sumsel itu? Apakah Pemerintah tidak membayar mereka selama bekerja, dan bahkan mereka sampai nombok untuk bisa menambal gigi para pasien?
Sayangnya aku tak punya bukti apakah mereka betul-betul bukan pekerja profesional. Apalagi google tak banyak menyajikan berita mengenai struktur APBD Sumatera Selatan, berapa alokasi dana yang dialirkan kepada dokter dan di mana saja dokter-dokter itu ditempatkan. Sebab itu selalu ada kemungkinan dokter-dokter di RSGM tersebut memang sukarelawan, bukan pekerja profesional.
Sampai akhirnya aku menemukan situs milik Alex Noerdin.
Meski tidak menampilkan informasi paling terkini, situs ini lumayan juga, setidaknya ada angka yang bisa ditampilkan.
Dana untuk membangun rumah sakit di atas lahan eks RS Ernaldi Bahar dianggarkan Rp90 miliar, diambil dari APBD Provinsi tahun 2013. Mengambil dana APBD, Sumatera Selatan juga telah membangun RSGM di atas lahan yang sama. Begitu keterangan situs milik Alex Noerdin.
Namun, aku masih belum mendapat data mengenai penggajian dan status pekerjaan dokter untuk bidang kesehatan di Sumatera Selatan. Tak ada bukti yang mengatakan bahwa mereka adalah pekerja profesional, seseorang yang dibayar untuk melakukan suatu pekerjaan.
Situs Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumatera Selatan dan beberapa situs pemerintah daerah juga tak satupun menampilkan realisasi anggaran.
(Ini persoalan klasik, selama jadi wartawan, lembaga yang aku temukan begitu rapi data anggaran di situsnya memang hanya bank sentral, kementerian saja tidak. Bahkan kalau mau minta data ke Kementerian harus mengikuti prosedur birokrasi rumit.)
Meski demikian, aku yakin pekerjaan mereka sebagai Dokter di RSGM Pemprov Sumatera Selatan tidak bisa didefinisikan sebagai pekerjaan sukarelawan. Memangnya mereka sedang bekerja di tenda pengungsi Taifun Haiyan dari Layte?
Memang ini hanya asumsi; asumsiku sebagian besar dokter dari RSGM adalah PNS dari Pemerintah Provinsi (karena anggaran rumah sakit tersebut juga berasal dari pemerintah provinsi). Asumsi ini diamini oleh asumsi seorang kawan yang kini sedang berjibaku untuk menjadi dokter gigi di Sumatera Selatan. Boleh dong berasumsi, kan ini bukan berita. Hehe...
Berdasar asumsi itu, maka gaji mereka berada dalam struktur APBD Sumatera Selatan. Sedangkan dana APBD tentu mengandung unsur penerimaan pajak.
Memang sih rasio penerimaan pajak Sumatera Selatan pada 2012 hanya mencapai 1,7%, tetapi dengan jumlah segitu sebenarnya Sumatera Selatan juga sudah masuk ke dalam provinsi yang memiliki rasio pajak di atas rata-rata agregat provinsi, kabupaten dan kota (rasio pajak untuk tingkat daerah dihitung berdasar perbandingan antara jumlah penerimaan pajak daerah dengan Produk Domestik Regional Bruto).
Adapun target penerimaan pajak 2012 adalah Rp10 triliun. Ini agak membingungkan karena di berita lain disebut APBD Sumatera Selatan 2013 cuma Rp6,6 triliun.
Baiklah. Karena sudah bukan wartawan, aku enggan memikirkan kenapa pemerintah kita tidak punya data yang transparan dan mudah diakses untuk anggaran.
Intinya, dalam dana-dana yang digunakan untuk membangun fasilitas tersebut--pun menggaji para dokter--terkandung dana-dana yang kita bayarkan kepada pemerintah, baik dari PBB, pajak kendaraan, pajak saat makan di restoran, pajak saat belanja produk sehari-hari, juga pajak saat berobat di rumah sakit.
Jadi, meski pasien tidak membayar ketika berobat, bukan berarti pengobatan yang diberikan adalah gratis. Masyarakat sebagai pasien sudah memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak, boleh dong meminta haknya. Logika ini yang harus dibangun.
Apalagi dasar dari program Alex Noerdin ini adalah: "...kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu. Kewajiban pemerintah adalah menyediakannya."
Pernyataan tersebut jelas menyebutkan pemerintah menyediakannya, artinya fasilitas yang ada di rumah sakit tersebut (termasuk para pekerja medis) bukanlah swadaya dokter tersebut. Melainkan disediakan oleh pemerintah, termasuk soal pendanaan.
Kembali lagi soal dokter yang mengaku sedang melakukan pekerjaan sukarela. Aku tak ingin mempermasalahkan bahwa aku tidak bisa melakukan dua pemeriksaan sekaligus, bisa jadi itu adalah SOP yang paling tepat agar dapat mengakomodasi seluruh antrian pasien.
Namun aku sungguh mempertanyakan pernyataan si dokter yang mengaku bekerja sukarela. Tidak hanya mempertanyakan, aku menolak pernyataan itu.
Iya, menolak. Selama mereka masih digaji menggunakan APBD, yang di dalamnya terkandung dana masyarakat yang diserap melalui pajak, menurutku mereka tidak punya hak mengatakan pekerjaan mereka sebagai beramal sukarela. Katakanlah sama-sama dokter, tetap tidak sama dong kerja kemanusiaan penuh peluh di tenda-tenda pengungsian dengan kerja bergaji di ruangan berpenyejuk udara.
Pernyataan Alex Noerdin bisa diunduh melalui:
http://alexnoerdin.co/pages/kesehatan
Tax ratio dapat diunduh melalui:
deskripsi dan analisis APBD 2012
deskripsi dan analisis APBD 2013
Apalagi dasar dari program Alex Noerdin ini adalah: "...kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu. Kewajiban pemerintah adalah menyediakannya."
Pernyataan tersebut jelas menyebutkan pemerintah menyediakannya, artinya fasilitas yang ada di rumah sakit tersebut (termasuk para pekerja medis) bukanlah swadaya dokter tersebut. Melainkan disediakan oleh pemerintah, termasuk soal pendanaan.
Kembali lagi soal dokter yang mengaku sedang melakukan pekerjaan sukarela. Aku tak ingin mempermasalahkan bahwa aku tidak bisa melakukan dua pemeriksaan sekaligus, bisa jadi itu adalah SOP yang paling tepat agar dapat mengakomodasi seluruh antrian pasien.
Namun aku sungguh mempertanyakan pernyataan si dokter yang mengaku bekerja sukarela. Tidak hanya mempertanyakan, aku menolak pernyataan itu.
Iya, menolak. Selama mereka masih digaji menggunakan APBD, yang di dalamnya terkandung dana masyarakat yang diserap melalui pajak, menurutku mereka tidak punya hak mengatakan pekerjaan mereka sebagai beramal sukarela. Katakanlah sama-sama dokter, tetap tidak sama dong kerja kemanusiaan penuh peluh di tenda-tenda pengungsian dengan kerja bergaji di ruangan berpenyejuk udara.
Pernyataan Alex Noerdin bisa diunduh melalui:
http://alexnoerdin.co/pages/kesehatan
Tax ratio dapat diunduh melalui:
deskripsi dan analisis APBD 2012
deskripsi dan analisis APBD 2013
Comments
Post a Comment