Kenapa FPI Tidak Perlu Dibubarkan?
Banyak versi
soal kerusuhan. Warga bilang kerusuhan terjadi lantaran warga tidak terima FPI
yang main sweeping wilayah yang disebut sebagai lokalisasi. Meski tempat yang
dimaksud memang wilayah perjudian dan prostitusi, warga menilai FPI bukanlah
aparat keamanan, sehingga seharusnya tidak berhak atas tindakan demikian.
Namun FPI
berkeras mereka sedang melakukan pawai simpatik (apalah itu pawai simpatik?),
ketika tiba-tiba warga dan preman sekitar menyerang. FPI merasa dizalimi.
Kerusuhan
FPI turut mengangkat isu UU Ormas yang beritanya mulai digantikan dengan tanjakan harga jengkol dan cabe. Pada 21 Juli 2013 The
Jakarta Post (TJP) mengutip Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri, yang mengungkapkan
FPI dapat terjerat UU Ormas. Bahkan FPI dapat dibubarkan.
Yang
menarik, penutup berita di TJP mengklaim bahwa sebagian masyarakat menolak
keberadaan UU Ormas, tetapi MASYARAKAT PERKOTAAN yang lebih LIBERAL disebut
mendukung UU tersebut, juga mendukung pembubaran FPI.
Menurutku ini
menunjukan ketidakpercayaan masyarakat
terhadap aparat keamanan dalam menindak kasus kriminal yang dilakukan oleh FPI.
Masyarakat frustrasi pada kemandulan
aparat keamanan, dengan demikian banyak yang setuju pada standing point
Kementerian Dalam Negeri untuk membubarkan FPI dengan merujuk pada UU Ormas. Sekaligus
juga menunjukan masyarakat belum teredukasi dengan baik lagi menyeluruh
terhadap bahaya UU Ormas.
Gamawan
Fauzi sempat mengatakan pemerintah pasti akan menindak FPI, dan sebelumnya
telah dua kali mengirim surat teguran kepada kelompok yang mengatasnamakan
Islam tersebut. Sebab itu menurut dia sudah saatnya pemerintah mengirimkan
surat peringatan, lalu bisa berakhir pada pembubaran apabila peringatan
tersebut tidak diindahkan.
Namun pada
saat lain Gamawan mengungkapkan bahwa pemerintah tidak bisa melakukan banyak
hal terkait kerusuhan FPI Kendal karena UU Ormas dinilai kurang tegas dan
terlalu bertele-tele. Dia menilai UU Ormas sebaiknya dibuat lebih keras lagi
agar ormas seperti FPI dapat langsung ditindak.
Pada
kesempatan lain Dipo Alam justru mematahkan ungkapan Gamawan dengan menyebut
FPI bukan ormas dan tidak terdaftar di Kemendagri. Dengan demikian pemerintah
tidak dapat menindak FPI, bahkan pemerintah juga disebut tidak dapat melakukan
apapun.
Tentu hal tersebut dibantah oleh Gamawan yang
meyakinkan FPI sudah terdaftar secara nasional, tetapi yang bisa menindak
adalah gubernur karena kerusuhan terjadi di wilayah pemerintah daerah. Namun
demikian FPI Kendal disebut belum terdaftar, dengan demikian pemerintah tetap
tak bsia melakukan apapun.
Lah, jadi
apa maunya pemerintah? Baru level wacana saja sudah blunder, ga kompak. Niat ga
sih menindak FPI? Kok maju-mundur? Akhirnya wacana pembubaran ini ya jadi wacana
aja, wacana sejak 2006. Terus menerus diwacanakan agar mendapat simpati
meloloskan UU Ormas. Hingga akhirnya UU Ormas bisa menjerat organisasi yang
selama ini mengritisi pemerintah seperti ICW dan Kontras.
Lagi pula, bukankah
organisasi wajib memiliki SKT dan terdaftar? Lalu kalau tidak terdaftar dan
melakukan kekerasan, apakah tidak bisa ada sanksi sama sekali berdasar UU
tersebut?
Aku sepakat
dengan Achmad Munjid yang menulis untuk TJP, menurutnya pengentasan kekerasan
tidak berarti harus membubarkan FPI, apalagi membubarkan dengan berdasar pada
UU Ormas. Menurutnya upaya pembubaran FPI berdasar UU Ormas hanya akan
memberikan supremasi kepada UU Ormas untuk melakukan hal yang sama kepada organisasi
lain dengan merujuk pada pasal dan alasan yang multitafsir.
Iya, aku
sepakat agar FPI jangan dibubarkan. Mereka punya hak untuk berkumpul dan
berserikat. Seperti yang ada di undang-undang dasar. Lagi pula kalaupun FPI
bubar, lalu pelaku kekerasan masih berkeliaran, mereka akan bolak-balik
melakukan kekerasan lagi. Apalagi ada pernyataan dari Gamawan yang bilang
organisasi yang belum terdaftar tidak bisa ditindak. Ya sudah tidak usah
mendaftar saja kalau begitu.
Kalau yang
disasar adalah masalah kekerasan, sebaiknya ada tindakan tegas dari pemerintah.
Tanpa UU Ormas sekalipun, tidak ada kekosongan instrumen hukum untuk menindak
FPI. Selain ketegasan aparat, Indonesia tak kekurangan apapun untuk menindak
FPI.
KUHP tidak
hanya bisa menjerat pelaku kekerasan di lapangan, tetapi juga menjerat siapa
yang memerintahkan (bahkan kalau tidak salah juga bisa menjerat orang-orang
yang mengetahui rencana jahat tetapi membiarkan rencana itu terjadi.
Teman-teman yang kuliah hukum, bener ga sih?). Maka, aparat harus terus menerus
menangkap pelaku kekerasan, diberi hukuman yang paling sesuai. Aku pikir efek
jera bisa datang dari sini.
Persoalannya,
berani atau tidak?
Comments
Post a Comment