Kenapa Ramadhan menyebalkan?



Usia memang cuma deretan angka, tetapi semakin bertambah deretan angka itu, semakin pula kita berhadapan dengan kenyataan yang selama ini ditutup-tutupi oleh cerita indah, manis-manis dari orang tua.

Waktu deretan angka baru satu sampai sepuluh, Ramadhan adalah bulan menyenangkan. Cuma pada Ramadhan kembang api dijual di mana-mana, di depan sekolah, di ujung gang perumahan, bahkan di sebelah tukang ikan. Sekolah tak berjalan efektif, lalu ditutup dengan libur panjang. Bisa main lari-larian di lapangan badminton perumahan sesudah tarawih. Ada kolak pisang, sup buah, dan semua makanan manis sebelum makan malam. Semuanya istimewa!

Sesudah deretan angka jadi dua puluh, kesenangan berubah jadi kenyataan. Ramadhan adalah bulan di mana pengemis dadakan luber di setiap sudut jembatan penyebrangan, dan preman "dari pada saya nyopet lebih baik saya minta baik-baik" muncul setiap lima menit sekali di P20. Ramadhan adalah bulan di mana agama yang katanya masuk ke Indonesia dengan damai ini digunakan untuk mengganggu pemilik warung makan dengan cara yang jauh dari damai. 

Dan Ramadhan adalah peak season kemunculan ustad karbitan yang sering kali ceramahnya seksis dan misoginis.

Satu hal yang lumayan menyenangkan adalah perusahaan rokok mulai membuat iklan-iklan asik. Namun semakin bertambah deretan angka, semakin berdebu juga kotak hitam yang sudah bukan berlayar kaca. Mungkin terakhir kali menyala adalah 3 bulan lalu. Jadi entah apakah iklan-iklan asik itu masih asik.

Ustad karbitan, preman jalanan, dan pengemis musiman cuma sebagian kecil, mari kita daftar hal-hal brengsek yang semakin sering ditemukan selama Ramadhan.

1. Polisi cari THR makin eksis
Di U-turn depan Rasuna polisi berjaga-jaga, juga di atas terowongan Casablanca. Semakin mendekati lebaran jumlahnya bertambah-tambah, sudut-sudut berpolisi ada di mana-mana, peduli amat si pengendara salah atau tidak, mereka akan minta sidang di tempat saja.

2. FPI lebih eksis lagi
Siapa yang peduli SBY bilang apa. Mungkin cuma PBB saja yang dengar, lalu memberinya penghargaan. Warung makan tetap dirazia, klub malam tak berani buka.

3. Pengemis musiman dan preman jalanan juga eksis
Mungkin karena semua orang berlomba cari amal, semakin banyak kocek dirogoh untuk memberi uang kepada pengemis musiman yang katanya punya rumah dan sawah di kampung. Dan mungkin preman musiman berusaha memanfaatkan momen kelaparan, lemas dan malas ribut orang yang berpuasa.

4. Surel promo kartu kredit bejibun tiap hari
Kotak masuk surat elektronik penuh dengan "dapatkan diskon hingga 50% dengan menggunakan kartu kredit mandiri di…", "dapatkan bunga 0% untuk 12 bulan instalment di…", bisa sampai 10 pesan dalam sehari.

5. Tingkat pencurian makin tinggi
Spion hilang, kaca mobil dijebol, motor dicuri, mobil lenyap, statistik dari kepolisian bilang tindak kriminal bertambah-tambah selama Ramadhan.

6. Macet makin menjadi
Jangan harap bisa sampai rumah dengan selamat saat keluar kantor jam empat sore. Semua orang berlomba berbuka puasa di mall, di restoran, di tempat nongkrong paling hip. Atau mungkin semua orang juga berlomba cepat-cepat sampai di rumah. Apapun alasannya, jalanan jadi macet luar biasa. Tahun ini yang paling buruk saya alami selama 3 tahun di Jakarta.

7. Trotoar makin penuh tukang jualan
Berjalan kaki di Jakarta bukanlah berjalan kaki, melainkan hiking, melewati lubang galian kabel, meloncati genangan air, melipir di trotar rusak, mendaki gundukan tanah sisa galian, menghindari tukang jualan kembang. Selama Ramadhan hiking semakin berat karena harus dilakukan di antara motor dan mobil akibat trotoar diokupasi oleh abang-abang gorengan, kolak, cendol, sup buah… silakan tambah sendiri.

8. Tempat makan siang semakin langka
Tentu saja yang tidak berpuasa akan menghormati yang berpuasa. Kami tidak akan minum di angkot atau di pinggir jalan sehaus apapun. Kami tidak akan sarapan roti sambil lari-lari ke kantor karena kesiangan. Namun yang tidak berpuasa juga kan berhak makan siang, tetapi kadang yang berpuasa menilai warung yang buka saat siang adalah godaan yang tidak sopan, dan seharusnya tutup saja. Sehingga pilihan makan siang cuma tersisa di restoran-restoran yang sekali makan bisa dapat 10 porsi nasi-sayur-tempe di warteg.

9. Toa masjid makin berisik
Pengeras suara masjid sebaiknya digunakan untuk adzan dan memberi pengumuman, tetapi anak kecil dan ibu-ibu pengajian bersuara cempreng sangat suka pakai pengeras suara yang menyampaikan kecemprengannya sampai ke ujung kampung di tengah malam, hingga orang-orang yang punya migren tidak bisa tidur lalu bertambah-tambah migrennya. Kan katanya Tuhan ada di mana-mana, dia bisa dengar kok walaupun kita berdoa dalam hati.

10. Tawur on the road 
Aku ga ngerti konsep sahur di jalanan. Padahal makan sambil berdiri saja bisa dimarahin Ibu.

11. Inflasi melar ke mana-mana
Semua orang sibuk belanja! Baju lebaran, kue lebaran, daging merah, daging ayam, sirup, inflasi bisa tiga kali lebih tinggi dibanding bulan lain, biaya hidup tambah mahal karena permintaan yang menjadi-jadi. Padahal gaji tidak bertambah tiga kali.

12. Petasan!
Aku ga ngerti hubungannya Ramadhan sama petasan. Dari pada ribut soal dana asing dan mandul saat menghadapi FPI, mungkin pemerintah bisa pakai UU Ormas untuk nangkepin rombongan anak muda lebih dari tiga orang yang main petasan dengan tuduhan mengganggu ketentraman publik.

13. Harga tiket perjalanan luar biasa mahalnya
Kenapa maskapai, atau PTKAI, harus cari untung sebesar itu, padahal dengan bertambahnya penumpang juga mereka sudah untung meski beri harga seperti biasa :(

Setengah dari poin-poin di atas berhubungan dengan kebutuhan konsumsi. Semua ketidaksukaanku terhadap perayaan Ramadhan berkaitan dengan konsumsi. Padahal ini harusnya jadi bulan mawas diri, merasakan penderitaan orang-orang yang ga bisa makan dengan masuk akal, bukan bulan untuk pamer seberapa kaya kamu saat buka bersama, atau seberapa kamu bisa memenuhi nafsumu atas minuman segar penuh gula saat berbuka.

Sayangnya, Ramadhan di Jakarta, adalah bulan perayaan, bulan festival, bulan mid night sale, bulan tawaran kartu kredit, BULAN KONSUMSI!

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mimpi

Let’s talk about casual internalized racism in this island

Addressing Climate Crisis with Ummah