Ustad yang berfikir dengan penisnya
Pekan lalu, banyak akun yang saya ikuti di twitter (di antaranya yang saya ingat @ardiwilda, @masjaki dan @fotodeka) mengomentari seseorang yang menyebut dirinya ustad. Penasaran, akhirnya saya intip lini masa ustad ini.
Si ustad rupanya baru menerbitkan buku yang kelihatannya menolak hubungan pacaran, menyarankan agar putus saja, dan dilanjut pacarannya dalam pernikahan. Menurut dia pacaran adalah tidak syar'i, tak sesuai dengan ajaran Islam, bahkan haram.
Saya tak akan membahas persetujuan atau ketidaksetujuan tentang boleh-tidaknya pacaran. Karena bagi saya, kamu bisa memiliki pandangan apapun, asalkan ada argumen kuat di balik pandangan tersebut.
Nah, selama proses mengintip beberapa lini masanya hari itu (saya belum cek lagi sesudah itu), yang mengganggu adalah argumen-argumen si ustad. Tak banyak sih yang saya baca dari lini masa si ustad, hanya ada beberapa hal, itu pun sudah membuat saya melongo:
1. Masa sih pacaran pegangan tangan doang, pasti pingin yang lain-lain dong. Pegangan tangan saja sudah salah apalagi yang lain-lain.
2. Kalau emang pacarannya pegangan tangan doang, kamu yakin pacar kamu 'normal'? Masak cowok pegangan tangan doang sudah puas.
3. Laki-laki itu dilihat dari masa depan, sedang perempuan dari masa lalu. Kurang lebih maksud si ustad, kalau kamu sudah pernah berhubungan sex maka kamu adalah 'cacat', ga ada lagi yang mau sama kamu.
Cukup segitu dulu, kalau saya beberkan isi lini masa si ustad sexis, tulisan ini bisa jadi buku.
Pernyataan pertama dan kedua itu sungguh menggelikan. Pertanyaan saya, memangnya kenapa kalau pegangan tangan doang? Apa yang salah? Kenapa dia kok bisa-bisanya berpikir bahwa manusia yang bisa mengontrol dirinya untuk tidak melakukan kontak fisik lebih dari pegangan tangan adalah tidak wajar.
Ini kisah nyata, saya pernah menjodohkan seorang teman perempuan dari Amerika dengan teman laki-laki keturunan Jawa. Teman laki-laki saya ini seorang Katolik taat, dan 'sangat Indonesia'. Hal ini membuat hubungan pacaran mereka tidak berhasil. Karena teman perempuan ingin memiliki kontak fisik yang lebih dari sekadar pegangan tangan, sedang teman laki-laki tersebut ingin perjaka hingga menikah.
Dan dia begitu teguh mempertahankan keperjakaannya.
Maka, begitu saya membaca tweet si ustad, saya jadi merasa si ustad ini berfikir dengan menggunakan penis mungkin, alih-alih otak. Sehingga tak mampu mengendalikan hasrat. Berkaca pada ketidakmampuan atas pengendalian hasrat itulah dia menyarankan untuk segera menikah.
Waduh, ngeri betul pernikahan yang utamanya didasarkan pada hasrat.
Setiap manusia pasti punya hasrat, dan hasrat tak melulu soal seks. Misalnya hasrat ingin makan yang enak dan banyak, hasrat untuk mendapatkan pekerjaan bagus dengan gaji yang baik, hasrat untuk jalan-jalan. Juga hasrat untuk berhubungan seksual. Sangat normal manusia punya hasrat. Sangat baik manusia punya hasrat.
(Dalam premis Semua ciptaan Tuhan adalah baik. Hasrat adalah ciptaan Tuhan. Maka hasrat adalah baik)
Persoalannya adalah bagaimana mengelola hasrat, dan bagaimana menwujudkan hasrat itu kan?
Dan sepertinya si ustad tidak percaya bahwa manusia bisa mengelola hasrat.
Begini, kalau kita punya hasrat punya rumah besar lagi mewah, tentu itu hasrat yang baik. Namun kalau kita tidak bisa mengelola hasrat, lalu mendapatkan rumah besar dengan korupsi, maka hasrat tersebut tidak terkelola sesuai dengan norma.
Jadi, saya percaya, bisa saja laki-laki menjaga hasratnya. Dan hal tersebut tidak ada hubungannya dengan maskulinitas, kesuburan, kemampuan seksual. Pengelolaan hasrat ini hubungannya dengan disiplin diri, dan penghargaan, baik pada diri sendiri atau pada orang lain.
Lalu, pernyataan ketiga sangat mengganggu. Pernyataan yang sangat condong pada budaya patriarki, falosentris, dan meliyankan perempuan, kemampuan, serta hasrat seksual perempuan.
Dalam kalimat tersebut, dia berusaha menghilangkan seksualitas perempuan, sekaligus menegaskan bahwa lelaki yang aktif secara seksual adalah hal yang benar, sebaliknya perempuan yang aktif secara seksual pantas dibuang.
Narasi seksual si ustad mengonstruksikan bahwa perempuan adalah mahluk yang sudah semestinya mengabaikan seksualitasnya, karena seksualitasnya dibangun untuk menyenangkan orang lain. Dengan kata lain perempuan harus mengabaikan seksualitasnya dan mengabdi pada laki-laki yang nanti akan menjadi suaminya.
Padahal, bagaimanapun, perempuan yang manusia adalah perempuan yang mempunyai seksualitas (Prabasmoro: 2013).
Ustad ini memandang seksualitas perempuan secara falosentris, melalui penisnya sendiri. Dalam falosentrisme, seksualitas perempuan adalah sesuatu yang menyimpang. Penis adalah pusat kesenangan, dan perempuan (tidak memiliki penis) tidak semestinya memiliki kesenangan. Pada akhirnya memandang seolah apa yang diinginkan perempuan dalam seks adalah SAMA seperti yang diinginkan laki-laki.
Pola pandang falosentris ini akhirnya mewajarkan perkosaan. Bahwa laki-laki 'tergoda pakaian seksi perempuan maupun kemolekan tubuh' adalah wajar, dan perkosaan terjadi karena perempuan ingin diperkosa akibat dia terlahir cantik lagi molek.
Lebih jauh, ustad ini, hemat saya, sedang bertindak melebihi Tuhan.
Islam memiliki kisah yang sangat populer soal pekerja seks yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing. Jadi, saya tidak paham apa yang melatarbelakangi si ustad ketika bilang perempuan diukur dari masa lalu, sedang laki-laki diukur dari masa depannya.
Dan yang lebih mengkhawatirkan dari cara pandang si ustad, tampaknya dia beragama karena terobsesi untuk bersih dari dosa. Obsesi macam ini bisa mengganggu kita dari berbuat baik pada orang, karena kita dengan egoisnya menghitung-hitung dosa, dan menuding-nuding siapa yang penuh dosa sehingga tak patut diperhitungkan masa depannya.
Bukan berarti saya menegasikan dosa. Bagi saya adanya dosa dan struktur dosa itu penting juga, supaya kita tidak hidup seenaknya, supaya kita lebih rendah hati dan sadar diri bahwa kita tak pernah sempurna, selalu ada cela dan kurangnya. Sehingga energi obsesi untuk bersih dari dosa sebaiknya diarahkan untuk berbuat baik pada orang lain.
Akhirnya, saya jadi merasa ngeri betul pada cara ustad ini beragama.
Si ustad rupanya baru menerbitkan buku yang kelihatannya menolak hubungan pacaran, menyarankan agar putus saja, dan dilanjut pacarannya dalam pernikahan. Menurut dia pacaran adalah tidak syar'i, tak sesuai dengan ajaran Islam, bahkan haram.
Saya tak akan membahas persetujuan atau ketidaksetujuan tentang boleh-tidaknya pacaran. Karena bagi saya, kamu bisa memiliki pandangan apapun, asalkan ada argumen kuat di balik pandangan tersebut.
Nah, selama proses mengintip beberapa lini masanya hari itu (saya belum cek lagi sesudah itu), yang mengganggu adalah argumen-argumen si ustad. Tak banyak sih yang saya baca dari lini masa si ustad, hanya ada beberapa hal, itu pun sudah membuat saya melongo:
1. Masa sih pacaran pegangan tangan doang, pasti pingin yang lain-lain dong. Pegangan tangan saja sudah salah apalagi yang lain-lain.
2. Kalau emang pacarannya pegangan tangan doang, kamu yakin pacar kamu 'normal'? Masak cowok pegangan tangan doang sudah puas.
3. Laki-laki itu dilihat dari masa depan, sedang perempuan dari masa lalu. Kurang lebih maksud si ustad, kalau kamu sudah pernah berhubungan sex maka kamu adalah 'cacat', ga ada lagi yang mau sama kamu.
Cukup segitu dulu, kalau saya beberkan isi lini masa si ustad sexis, tulisan ini bisa jadi buku.
Pernyataan pertama dan kedua itu sungguh menggelikan. Pertanyaan saya, memangnya kenapa kalau pegangan tangan doang? Apa yang salah? Kenapa dia kok bisa-bisanya berpikir bahwa manusia yang bisa mengontrol dirinya untuk tidak melakukan kontak fisik lebih dari pegangan tangan adalah tidak wajar.
Ini kisah nyata, saya pernah menjodohkan seorang teman perempuan dari Amerika dengan teman laki-laki keturunan Jawa. Teman laki-laki saya ini seorang Katolik taat, dan 'sangat Indonesia'. Hal ini membuat hubungan pacaran mereka tidak berhasil. Karena teman perempuan ingin memiliki kontak fisik yang lebih dari sekadar pegangan tangan, sedang teman laki-laki tersebut ingin perjaka hingga menikah.
Dan dia begitu teguh mempertahankan keperjakaannya.
Maka, begitu saya membaca tweet si ustad, saya jadi merasa si ustad ini berfikir dengan menggunakan penis mungkin, alih-alih otak. Sehingga tak mampu mengendalikan hasrat. Berkaca pada ketidakmampuan atas pengendalian hasrat itulah dia menyarankan untuk segera menikah.
Waduh, ngeri betul pernikahan yang utamanya didasarkan pada hasrat.
Setiap manusia pasti punya hasrat, dan hasrat tak melulu soal seks. Misalnya hasrat ingin makan yang enak dan banyak, hasrat untuk mendapatkan pekerjaan bagus dengan gaji yang baik, hasrat untuk jalan-jalan. Juga hasrat untuk berhubungan seksual. Sangat normal manusia punya hasrat. Sangat baik manusia punya hasrat.
(Dalam premis Semua ciptaan Tuhan adalah baik. Hasrat adalah ciptaan Tuhan. Maka hasrat adalah baik)
Persoalannya adalah bagaimana mengelola hasrat, dan bagaimana menwujudkan hasrat itu kan?
Dan sepertinya si ustad tidak percaya bahwa manusia bisa mengelola hasrat.
Begini, kalau kita punya hasrat punya rumah besar lagi mewah, tentu itu hasrat yang baik. Namun kalau kita tidak bisa mengelola hasrat, lalu mendapatkan rumah besar dengan korupsi, maka hasrat tersebut tidak terkelola sesuai dengan norma.
Jadi, saya percaya, bisa saja laki-laki menjaga hasratnya. Dan hal tersebut tidak ada hubungannya dengan maskulinitas, kesuburan, kemampuan seksual. Pengelolaan hasrat ini hubungannya dengan disiplin diri, dan penghargaan, baik pada diri sendiri atau pada orang lain.
Lalu, pernyataan ketiga sangat mengganggu. Pernyataan yang sangat condong pada budaya patriarki, falosentris, dan meliyankan perempuan, kemampuan, serta hasrat seksual perempuan.
Dalam kalimat tersebut, dia berusaha menghilangkan seksualitas perempuan, sekaligus menegaskan bahwa lelaki yang aktif secara seksual adalah hal yang benar, sebaliknya perempuan yang aktif secara seksual pantas dibuang.
Narasi seksual si ustad mengonstruksikan bahwa perempuan adalah mahluk yang sudah semestinya mengabaikan seksualitasnya, karena seksualitasnya dibangun untuk menyenangkan orang lain. Dengan kata lain perempuan harus mengabaikan seksualitasnya dan mengabdi pada laki-laki yang nanti akan menjadi suaminya.
Padahal, bagaimanapun, perempuan yang manusia adalah perempuan yang mempunyai seksualitas (Prabasmoro: 2013).
Ustad ini memandang seksualitas perempuan secara falosentris, melalui penisnya sendiri. Dalam falosentrisme, seksualitas perempuan adalah sesuatu yang menyimpang. Penis adalah pusat kesenangan, dan perempuan (tidak memiliki penis) tidak semestinya memiliki kesenangan. Pada akhirnya memandang seolah apa yang diinginkan perempuan dalam seks adalah SAMA seperti yang diinginkan laki-laki.
Pola pandang falosentris ini akhirnya mewajarkan perkosaan. Bahwa laki-laki 'tergoda pakaian seksi perempuan maupun kemolekan tubuh' adalah wajar, dan perkosaan terjadi karena perempuan ingin diperkosa akibat dia terlahir cantik lagi molek.
Lebih jauh, ustad ini, hemat saya, sedang bertindak melebihi Tuhan.
Islam memiliki kisah yang sangat populer soal pekerja seks yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing. Jadi, saya tidak paham apa yang melatarbelakangi si ustad ketika bilang perempuan diukur dari masa lalu, sedang laki-laki diukur dari masa depannya.
Dan yang lebih mengkhawatirkan dari cara pandang si ustad, tampaknya dia beragama karena terobsesi untuk bersih dari dosa. Obsesi macam ini bisa mengganggu kita dari berbuat baik pada orang, karena kita dengan egoisnya menghitung-hitung dosa, dan menuding-nuding siapa yang penuh dosa sehingga tak patut diperhitungkan masa depannya.
Bukan berarti saya menegasikan dosa. Bagi saya adanya dosa dan struktur dosa itu penting juga, supaya kita tidak hidup seenaknya, supaya kita lebih rendah hati dan sadar diri bahwa kita tak pernah sempurna, selalu ada cela dan kurangnya. Sehingga energi obsesi untuk bersih dari dosa sebaiknya diarahkan untuk berbuat baik pada orang lain.
Akhirnya, saya jadi merasa ngeri betul pada cara ustad ini beragama.
Biasanya kalo aku lagi ngantuk atau lagi pengen ngetes logika sederhana pas lagi lemot, aku juga ngintip timeline-timeline macem si ustadz penis. Abis itu ga ngantuk dan ga lemot lagi deh gara2 jengkel wkwkwk...
ReplyDeleteTerimakasih ustazah V atas wejangannya semoga ada manfaatnya bwat semua... Amin
ReplyDeletehahahahahahahahahahahahahahahahahahaha saya juga ngeri abis baca tulisan ini. mau muntah gimana aaa gitu.
ReplyDeleteTulisan yang bagus banget. Jempol!
ReplyDeleteBahasamu bagus, tapi sayang sarkas. Ditambah, hanya dengan 3 poin lalu menyimpulkan si Ustad berpikir dengan penis? Saya pikir tidak sederhana itu, bukan? Kamu mencoba mengkonstruksi gagasan dengan begitu sederhana menggunakan bahasa kompleks. Saya hanya mendapatkan sarkasme dalam tulisanmu. Padahal, jika mau dikritisi lebih lanjut mengenai cara pandang si Ustad dengan narasi yang lebih baik, bisa jadi tulisan ini lebih berisi..
ReplyDeleteYang kasar itu yang mana mba/ mas? apa karena aku menyebut penis? Aku tidak pernah memasukan penis dalam daftar kata kasar loh... Seharusnya menyebut penis itu sama saja dengan menyebut mulu, kuping, mata, sama-sama anggota tubuh. Kalau aku bilang berpikir dengan perutnya, misalnya, ya artinya kerjanya mikir makan melulu. Kalau aku sebut dia berpikir dengan penis, ya berarti apa-apa dihubungkan dengan seks melulu. Masa pegangan tangan aja dibilang ga normal, terus yang normal adalah harus ngapa-ngapai. Kan blunder. Sesederhana itu sih bagiku.
DeleteIya mbak RikaNova. Menurut saya tata penulisanya yang sarkas. (bukan mengenai penulisan penis)
DeleteDi awal saya baca bagian lain dari blog ini, dan saya sangat tertarik karena gaya bahasa yang unik.
Pada bagian ini saya mengangkat alis tanda heran.
Yang saya heran bagaimana bisa mengembangkan secuil materi yang menurutku bukan point dasar dari buku itu,
kemudian bisa menarik kesimpulan dan menjadi sebuah tuduhan secara emosional.
Saya ingin memberikan masukan mengenai kata-kata ini:
"Laki-laki itu dilihat dari masa depan, sedang perempuan dari masa lalu"
Kata itu pernah saya dengar dari ibu saya 20 tahun lalu saat saya masih SMA.
Saya yakin buku itu belom terbit dan menurutku itu bukan kata-kata mutiara asli ciptaan sang ustad.
Saya memiliki banyak teman dan kenalan yang pacaran sampai melampui batas,
berbandingannya kira-kira sekitar 70% dari yang saya kenal terjerumus pada kenikmatan sesaat.
iya kalo berakhir di pelaminan beberapa dari mereka putus begitu saja.
Menurutku kasihan yang cewek pada kehidupan nyata mereka menjadi objek dan tertipu untuk menyerahkan segalanya.
Semoga tulisan mbak berikutnya, saya bisa mengambil manfaat lebih baik.
Lalu yang kasar apanya? Aku masih belum paham maksudnya kasar itu di mana.
DeleteAku tidak sepaham dengan pola pikir yang menjadikan perempuan seolah tidak bisa memilih dan memutuskan untuk dirinya sendiri. Seolah-olah perempuan tidak bisa menginginkan seks dan tidak memiliki masa depan kalau sudah berhubungan seks. Saya juga tidak sepaham dengan pola pikir bahwa hanya laki-laki yang menginginkan seks dan laki-laki yang menginginkan seks pasti menipu perempuan.
ada ketidakadilan di sini.
Memang kasihan kalau sampai ada perempuan yang menjadi objek. tetapi isu besarnya bukan itu. Isu besarnya adalah tidak ada pendidikan seks yang komprehensif di Indonesia. Alih-alih mengembangkan pendidikan seks, yang dikembangkan adalah mitos-mitos mengenai hubungan seksual.
mohon mereferensi pada:
http://www.rikanova.com/2013/06/seks-bebas.html
Ok coba saya bantu mengapa menjadi sarkas.
Delete"Berfikir dengan penis"
Jika dicapkan pada Gigolo, Penjahat kelamin, Pemerkosa. (Tidak sarkas karena memang disitulah tempatnya)
"Berfikir dengan penis"
Jika disandingkan dengan kata Ustads, Biarawan, Pastur, Rabi ataupun Presiden. Maknanya menjadi sarkas.
Karena tidak semua setuju dengan penyandingan penulisan kalimat itu.
Baik Mbak Rika setuju atau tidak, bahwa masing-masing label jabatan diatas disanjung dan mendapat
posisi martabat di hormati pada ruang lingkup sosial budaya timur.
Jika distempelkan pada oknum Ustads tertuduh pemerkosa pasti menggunakan nama, it's OK jika benar.
Jika tanpa nama artinya Mbak Rika melakukan generalisasi.
Karena setahuku banyak ustads yang melarang pacaran baik menerbitkan buku ataupun tidak.
Contoh untuk penyandingan yang berada diantara contoh keduanya diatas adalah:
Sebagian anggota DPR "Berfikir dengan penis" karena sering ditemukan kondom bekas pakai di setiap penjuru gedung DPR.
Jabatan DPR adalah jabatan terhormat dan disanjung.
Fakta: Bekas kondom terbukti banyak dibuang ditempat sampah di gedung DPR.
(Jika ada yang merasa anggota lalu protes, gpp emang udah kerjaan mereka untuk protes)
Labeling tersebut "sesuai" karena terdapat fakta bukan tulisan atau pendapat.
Sedangkan kita tahu bersama bahwa gedung DPR bukanlah tempat biasanya orang musti pakai kondom.
Jika kita musti mengacu tulisan anda:
http://www.rikanova.com/2013/06/seks-bebas.html
Mungkin bisa kita dibahas dikolom komentar di bawah judul itu saja.
Karena menurutku tidak berkaitan antara penulisan sarkas dengan judul itu.
masmurio
(saya yang memberi komentar sebelumnya)
oh, ternyata cuma karena ustad dianggap lebih suci. buatku mereka nggak ada bedanya sih sama manusia lain. belum tentu juga gigolo lebih nggak baik dari ustad.
DeleteWaaaah setuju banget sama penulis artikel ini, saya paling ga suka dengan statement dia yang "Kalau emang pacarannya pegangan tangan doang, kamu yakin pacar kamu 'normal'? Masak cowok pegangan tangan doang sudah puas." karenanya saya setuju dengan penulis.
ReplyDeleteDitambah lagi baru-baru ini sang ustads mengeluarkan statement "Hak cipta itu milik tuhan, kita boleh pakai bajakan" :Hammer
gk enak denger kta" ustdnya..............
ReplyDeletenice post... wanita dari masa lalunya, laki2 dari masa depanny?? kamsudny ap? orang gila... :')
ReplyDeletekemudian saya di unfollow -___- #anaktwitterbanget ;)
ReplyDeleteGitu aja koq repot, tuhan sudah menyediakan surga dan neraka koq, ya kita tinggal pilih aja mau yg mana, toh manusia sdh di ksh akal fikiran yg bs membedakan baik dan benar, dan saya yaqin si manusia sbnarnya tau berbuatanya dosa ato gak, baik ato buruk, tp kl blh sy ngasih saran pilih lah yg baik sbb tidak akan ada ruginya, kl kta mlh yg g baik psti bakal ada rugi di kemudian hari, salam tuk semuanya
ReplyDelete