Ah, Jakarta.


Jakarta di malam hari seperti menyimpan kesedihan yang begitu dalam. Layaknya Gandari yang mengabdi pada kesetiaan melebihi kematian, yang teriris-iris melihat anak-anaknya, kurawa, kehilangan nyawa.

Jakarta menuju tengah malam adalah Echo, yang menjatuhkan hatinya pada Narcissus yang tak peduli pada apapun kecuali ketampanannya. Yang menderita sampai harus bersembunyi di antara gua-gua. Yang diam saja, memandangi Narcissus yang sedang mematut diri.

Ah Jakarta.
Menarik air mata di antara lampu-lampu sepanjang rasuna, di antara sisa aroma hujan, dan bising gedung-gedung yang sedang dibangun. Sembari memunguti ceceran rindu pada aspal basah.

Comments

  1. hallo rika...
    nice to know you...:)

    dari klik2, rika ini di greenpeace, kah?
    sosial campaigner?

    hm... saya jd ingin berguru. hha..

    :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi! Senang berkenalan. Haha, janganlah dulu berguru padaku, pun masih baru :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mimpi

Seminggu tanpa sabun dan sampo

Let’s talk about casual internalized racism in this island