Posts

Showing posts from June, 2013

Ustad yang berfikir dengan penisnya

Pekan lalu, banyak akun yang saya ikuti di twitter (di antaranya yang saya ingat @ardiwilda, @masjaki dan @fotodeka) mengomentari seseorang yang menyebut dirinya ustad. Penasaran, akhirnya saya intip lini masa ustad ini. Si ustad rupanya baru menerbitkan buku yang kelihatannya menolak hubungan pacaran, menyarankan agar putus saja, dan dilanjut pacarannya dalam pernikahan. Menurut dia pacaran adalah tidak syar'i, tak sesuai dengan ajaran Islam, bahkan haram. Saya tak akan membahas persetujuan atau ketidaksetujuan tentang boleh-tidaknya pacaran. Karena bagi saya, kamu bisa memiliki pandangan apapun, asalkan ada argumen kuat di balik pandangan tersebut. Nah, selama proses mengintip beberapa lini masanya hari itu (saya belum cek lagi sesudah itu), yang mengganggu adalah argumen-argumen si ustad. Tak banyak sih yang saya baca dari lini masa si ustad, hanya ada beberapa hal, itu pun sudah membuat saya melongo: 1. Masa sih pacaran pegangan tangan doang, pasti pingin yang lain-lain dong. P

Ninja dan Kabut Asap

Pagi-pagi Papa tergopoh-gopoh, mencari dua sapu tangan buat kami. Aku dan adikku sudah bangun, sudah mandi, dan sudah siap berangkat sekolah seperti biasa. Namun pagi ini Palembang masuk fase tidak biasa. Musim kemarau sudah mulai terjadi minggu-minggu terakhir ini. Air sumur yang tak pernah banyak dan tak pernah baik airnya (baunya tak sedap), tiba-tiba kering begitu saja. Artinya kami tak bisa mandi dan tak bisa minum. Sudah beberapa minggu belakangan Papa berlangganan air bersih. Kalau tak salah harganya Rp700 per jerigen, waktu itu 1998--Jakarta sedang rusuh, tak ada yang peduli kalau kami tak punya air. Aku tak tahu berapa jerigen yang dibutuhkan untuk memenuhi satu-satunya bak mandi di rumah ini. Tukang air datang setiap pagi membawa air paling jernih yang pernah kulihat sejak pindah ke sini. Airnya kadang-kadang biru, atau kehijauan, jernih berkilauan. Padahal air sumur kami berwarna cokelat keruh. Papa biasa membubuhi obat berwarna putih

Jerold si Jerapah*

Diceritakan oleh Courtney W Morris ditulis ulang oleh Rika Nova Pada 2013 di Jakarta yang paralel dengan Jakarta kita saat ini, Jakarta yang tetap macet tapi berada di dunia yang manusianya hidup berdampingan dengan binatang, tersebutlah seorang Jerapah bernama Jerold. Jerold suka berjalan-jalan dan memakan dedaunan di pucuk-pucuk pohon. Kadang Jerold berjalan-jalan sepanjang Sudirman-Thamrin sambil memakani dahan yang menjulur-julur di sepanjang jalan. Pemerintah tak pernah memarahi Jerold karena memakan dedaunan di sepanjang jalan. Karena dahan yang panjang sudah dimakan Jerold, maka Pemerintah dapat menghemat biaya untuk membayar petugas pemotong dahan. Jerold juga paham dia tak boleh memakan daun terlalu banyak, karena pohon gundul di tengah kota tak sedap dipandang. Maka pemerintah senang, Jerold kenyang. Namun, Jerold yang besar, bisa menambah-nambah kemacetan Jakarta yang sudah panjang dari sananya. Hingga akhirnya Jerold tak lagi bisa berjalan-ja

Seks Bebas

Ini kutipan dari http://madeandi.com/2008/05/26/seks-bebas/ “Well, I don’t know how you define free sex. For us, having sex is part of life, it is very common when you love each other. It does not matter you are married or not. However, it does not mean that we do it with anybody we want. We do respect love and relationship here. When you are with someone and be someone’s girlfriend or boyfriend, and you are hers or his. We stick to one partner in one time.” Dia nyerocos menjelaskan. “But we do not do that in Indonesia. We do not have sex until we are married“, aku mencoba menjelaskan apa yang terjadi di Indonesia. “Oh really? that’s good but weird at the same time. Feeling horny is not a sin. This is very normal. Therefore doing sex with a right partner is OK. Nothing wrong with that.” Dia menambahkan. --- Sebenarnya apa sih maksud dari istilah seks bebas? Apa makna bebas dari seks bebas? Bagiku, tentu seks harus bebas. Jika tidak bebas, maka itu bukan hubungan seks,

Ah, Jakarta.

Jakarta di malam hari seperti menyimpan kesedihan yang begitu dalam. Layaknya Gandari yang mengabdi pada kesetiaan melebihi kematian, yang teriris-iris melihat anak-anaknya, kurawa, kehilangan nyawa. Jakarta menuju tengah malam adalah Echo, yang menjatuhkan hatinya pada Narcissus yang tak peduli pada apapun kecuali ketampanannya. Yang menderita sampai harus bersembunyi di antara gua-gua. Yang diam saja, memandangi Narcissus yang sedang mematut diri. Ah Jakarta. Menarik air mata di antara lampu-lampu sepanjang rasuna, di antara sisa aroma hujan, dan bising gedung-gedung yang sedang dibangun. Sembari memunguti ceceran rindu pada aspal basah.