Nikmat mana yang kau dustakan?

Beberapa orang yang saya kenal terkadang terlalu buta untuk melihat nikmat semesta. Mengeluh sepanjang hari mengenai kantornya yang tidak menyenangkan, gajinya yang terlalu kecil, waktunya yang terlalu singkat, teman-teman yang tidak menyenangkan, atau bahkan soal keberuntungan yang tak kunjung datang.

Seorang kenalan mengisi blognya kebanyakan dengan tulisan satu-dua paragaraf keluhan. Teman dari si kenalan juga kerap mengeluh tiap kali bertemu, sepertinya seluruh hidupnya tidak ada yang baik. Mengeluh tentu wajar, tetapi kalau seluruh hidup dikeluhkan seolah tidak pernah ada hal baik yang terjadi, agak aneh bagi saya.

I'm not a lucky bastard who has no single problem in my life, course I did. Even sometimes feel like want to escape and find a new life.

Saya bisa saja iri pada si kenalan karena saya tidak pernah dapat tugas luar kota, apalagi luar negeri, yang isinya bersenang-senang. Tugas luar kota saya melulu bekerja dari pagi hingga sore dan menulis berita di malam hari. Mengurusi laporan keuangan, data-data produksi, dan ekspor-impor Indonesia. Not to complain about that.

Saya pernah memiliki bos yang hobinya ngebully dan ngomong di belakang, setiap kali saya datangi dan bertanya: "ada masalah apa mas? Ngomongnya ga usah gitu sih di e-mail, kan bisa diobrolin baik-baik." Dia hanya ketawa-ketawa bodoh dan tidak pernah menyelesaikan masalah. Lalu mulai lagi ngomong di belakang atau ngebully di email. Begitu siklusnya. Tentu saya mengeluh soal ini, tetapi spesifik soal ini saja. Tidak serta merta saya bilang kantor saya brengsek.

Kehidupan saya juga tidak gemilang-gemilang amat, tiga kali diselingkuhi dan dibohongi tiga mantan pacar, hingga akhirnya memutuskan tidak punya pacar setahun belakangan. Suram dan agak kesepian kadang. Tapi saya pikir, ini saatnya berteman dan mengenal diri sendiri. (Terdengar seperti pembenaran. ahahaha).

Ayah saya meninggal saat saya mengerjakan bab utama di skripsi, dan tahun depan adik akan masuk SMA, adik lain masih harus bayar uang kuliah, dan satu lagi yang masih SMP. Adik tertua tak kunjung selesai kuliah hukum setelah 7 tahun. And I'm not going to complain about that. I feel blessed.

Saya pikir kalau ayah masih ada, saya hanya akan jadi anak perempuan manja yang bekerja seenak jidat saja. Saya tidak akan pernah mengirimi ibu uang, dan tidak akan mati-matian bekerja freelance ini-itu di luar kantor. Saya bangga saya bukan lagi anak perempuan manja yang dikirimi uang oleh ayah, melainkan mengirimkan sebagian untuk ibu, walau tak banyak.

Meski tak pernah mendapat kesempatan jalan-jalan sembari dinas ke luar kota, atau menonton konser gratisan dengan dalih liputan, saya justru lebih senang karena bisa jalan-jalan dengan uang yang saya dapat sendiri, tak mewah dan pas-pasan, juga cuma di Indonesia doang. Masa bodoh, Indonesia itu punya banyak tempat luar biasa.

Tentu ada masa saya merasa sedih, dan mengurung diri di kamar. Saya punya banyak teman tapi bukan tipe manusia yang memiliki sahabat lalu cecurhatan saat sedih. Namun seperti kata Barney Stinson dalam How I met Your Mother: when I feel sad, then I choose to become awesome instead.

Kamis malam saya merasa sangat sedih, lalu setelah gelisah sepanjang malam, Jumat saya memutuskan untuk berangkat saja ke Pulau Sepa, ada koral di sana, ada ikan, dari pada sedih, marilah kita menyelam, biar gelisah tenggelam, dan log book bertambah.

Atau sebelumnya saya kembali ribut-ribut dengan mantan pacar yang sempat dekat kembali, keributan masih soal perempuan yang sama. Setelah menangis bodoh, rasanya lebih baik menerima tambahan script untuk dikerjakan dari pada menghabiskan berjam-jam menangisi hubungan yang tidak penting.

Atau saat banjir Jakarta, dan tidak ada listrik berhari-hari, dari pada mengeluh, saya dan beberapa teman memutuskan untuk pool party dadakan, yaitu: berenang di kolam renang kos, lalu memasak salad nasi merah dengan bayam dan kacang mede (accidentally made but it taste awesome), dan garlic bread dengan tuna kaleg dan tomat. Selesai makan malam Anna berkata: I still have some vodka and rhum. Guess we just need soda water and mint. Voila, jadilah kami berpesta malam itu dengan topik diskusi: hukuman mati, kerusakan hutan, dan masyarakat patriarki.

So, when you feel sad, choose to become awesome instead!

Comments

Popular posts from this blog

Mimpi

Let’s talk about casual internalized racism in this island

Addressing Climate Crisis with Ummah