Rupiah terlemah dalam 3 bulan


JAKARTA--Bank Indonesia mencatat kurs tengah rupiah mencapai Rp9.553 per dolar Amerika Serikat pada 29 Agustus 2012, nilai tukar tersebut paling rendah sejak 31 Mei 2012 yang mencapai Rp9.565.

Meski demikian pelemahan pada Mei 2012 hanya terjadi selama 2 hari, per 1 Juni 2012 rupiah kembali menyentuh level Rp9.300. Saat itu bank sentral berjanji akan menggiring rupiah di kisaran Rp9.450. Sebelumnya titik terlemah nilai tukar rupiah terjadi pada 20 November 2009 sebesar Rp9.581 per dolar Amerika Serikat.

Deputi Gubernur bidang Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Hartadi A. Sarwono mengungkapkan saat ini kondisi fundamental dalam negeri berupa defisit transaksi berjalan memang membuat nilai tukar melemah, tetapi pelemahan akan dijaga agar tetap tertib sehingga tidak mengganggu bisnis.

"Kondisi fundamentalnya, yaitu adanya defisit transaksi berjalan memang akan membuat nilai tukar akan melemah, tetapi kami akan tetap jaga agar pelemahan itu terjadi secara orderly sehingga tidak mengganggu perhitungan bisnis, baik importir maupun eksportir," ujarnya kepada Bisnis, (29/08).

Meski demikian dia juga mengungkapkan pelemahan rupiah saat ini masih searah dengan pelemahan mata uang lain di kawasan regional lantaran data perlambatan perekonomian Jepang dan China.

"Pelemahan rupiah searah dengan mata uang regional lainnya, terkena imbas negatif melambatnya data ekonomi Jepang dan China di tengah pelaku pasar yang menunggu pernyataan Fed Chairman di Jackson Hole," terangnya.

Oleh karena itu dia menegaskan level nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini ditentukan oleh fundamental pasar. Namun bank sentral akan terus masuk pasar untuk meredam volatilitas rupiah.

Chief Economist PT Bank Negara Indonesia Tbk Ryan Kiryanto mengungkapkan saat ini Bank Indonesia tampak tidak terlalu agresif melakukan intervensi karena level nilai tukar di kisaran Rp9.500 masih bisa diterima pelaku usaha, baik eksportir maupun importir.

Selain itu, lanjutnya, faktor pelemahan yang lebih banyak disebabkan oleh sentimen krisis Eropa menyebabkan intervensi akan sia-sia. Terakhir, bank sentral juga harus menjaga posisi cadangan devisa.

Adapun cadangan devisa per akhir Juli tercatat saat ini US$106,5 miliar atau setara 5,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri.

"Jadi BI tidak terlalu agresif karena level rupiah masih acceptable, faktor pelemahan lebih karena sentimen krisis Eropa, bukan faktor fundamental, jadi intervensi akan percuma saja, dan posisi cadev hanya sedikit di atas US$100 miliar, jadi harus dihemat benar," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (29/08).

Namun demikian dia yakin bank sentral akan siap siaga untuk intervensi apabila posisi rupiah sudah dekat ke level Rp10.000.

Sementara Ryan memperkirakan keseimbangan baru nilai tukar rupiah diperkirakan berada di kisaran Rp9.500--Rp9.600. Sementara Chua Hak Bin, Head of Emerging Asia Economics Global Research Bank of America Merrill Lynch pernah memperkirakan rupiah dapat mencapai level Rp9.700.

Comments

Popular posts from this blog

Seminggu tanpa sabun dan sampo

Let’s talk about casual internalized racism in this island

Mimpi