teringat ibu


Aku menangkapi gerimis dari matamu.
"Kadang hidup terlalu panjang, kadang terlalu singkat ketika menghadapi anak-anak sendirian," ujarmu.

Lalu kau meratapi diri,
"Memang sudah nasib, saat lahir ditinggal ayah, saat menikah ditinggal anak, menjelang tua ditinggal suami."
Membuatku merasa jadi anak paling beruntung sedunia.
Karena mengenal ayah hingga usia 22.

Rambutmu sudah berhias uban,
sudut matamu mengundang kerut.
kau katakan kantung-kantung perutmu sudah terisi lemak,
celanamu mulai sesak.
"usia begini, sebaiknya bertambah lemak supaya tidak terlihat susah."

Susahkah kau, Ibu?
Masihkah aku menyusahkanmu, Ibu?

Kau hanya berkata
"Memiliki anak berbeda dengan memiliki orang tua.
Anak adalah sesuatu yang diharap-harap.
Seberapa menyusahkannya pun tetap menjadi harapan.
Namun orang tua,
tak ada yang memilih orang tua, tak ada yang diharap-harap.
Lalu tiba-tiba menjadi kewajiban anak mengurus tubuh ringkih yang tak bisa apa-apa ini."

Ah ibu,
apapun pada namamu selalu memberi sensasi istimewa,
meski kita cuma jelata.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mimpi

Let’s talk about casual internalized racism in this island

Addressing Climate Crisis with Ummah