Posts

Showing posts from June, 2011

kartu point reward, dan cara masyarakat menangkap Tuhan di dalamnya

*catatan membunuh risau dan bosan pada halte dan stasiun Siang itu kartu the bodyshop (TBS) people saya tidak bisa digunakan, lalu saya disarankan untuk membuat kartu baru. “Sekarang model kartunya baru loh mb. Kartu mba ini, keluaran lima tahun lalu ya? Sekarang modelnya sudah beda,” kata petugas TBS. Toh juga tidak rugi, maka saya mengiyakan sarannya. Selanjutnya saya harus menulis data diri. Agak mengejutkan ketika agama menjadi salah satu yang harus dicantumkan. Sontak saya bertanya, apa hubungan antara agama saya dan sebuah kartu point reward. Tentu pertanyaan di dalam hati saja, karena saya yakin si petugas pun tidak berwenang mengenai apa yang harus dan tidak harus dicantumkan saat pengambilan keputusan. Pun keukeuh bertanya, saya tak yakin akan mendapat jawaban memuaskan. Ini bukan soal saya beragama atau tidak, bukan soal apa agama saya, tentu juga bukan soal malu atau takut mengakui agama saya, tetapi saat pertanyaan mengenai berapa pendapatan anda sebulan, berat bada

Jam Sembilan Pagi

Jam sembilan pagi, aku baru bangun dari tidurku. Ada yang lindap dalam darah, entah alkohol yang kuminum semalam, entah jilat liar di dadaku. Entahlah… yang pasti kepalaku terasa lebih ringan. Alkohol menghapus semua ekses tentangmu dari labirin di dalamnya. Seperti melongok perigi di halaman belakang: gelap dan sepi. Hanya ada sedikit gelombang aneh tak menentu, kadang lunak, kadang terasa menusuk. Strawberry caramel dan sedikit rhum mengundang siapa saja untuk tak menahan diri. Ditambah botol-botol vodka yang kuminum tanpa gelas, setiap kemabukan membuatku menyingkirkan apa saja tentang mu dari jangkauku. Tiap tetes vodka meluruhkan imaji memorri akan hangatmu. Bahkan juga bekas kecupmu di dadaku yang kita abadikan bersama lewat rajah mawar merah. Sekilas mawar itu lenyap, layu barangkali, atau mungkin ada yang memetiknya dari dadaku. Masih jam sembilan pagi. Matahari masih belum menyentuh dinding kamar. Kalah oleh gemuruh hujan. Hujan yang membuatku ingat pada binar matamu.

Hampir Subuh

aku sudah tanggalkan pakaian telanjang dalam ngotot kepercayaan. Di luar, ada mesum. Perempuan membuka tetek, bau rokok menjelajah puting. Di sini ku hentikan cerita, ku hentikan kelana, kupejamkan mata ………. usai satu purnama. Cerita ganti perkara hati. Lalu kita ulang sampah dari awal lagi.

I know nothing bout love, but I know which one is not

Love is something complicated, nice yet terrible, sweet yet disgusting. Then I choose not to talk about it anymore. I just want to talk about you and your deep brown eyes. I just want to steal a kiss or two. One kiss on your lips, another on your neck. A deep gentle kiss. Then I'm gonna let you do the rest. My friend said love is hormone.  That one is the most understandable definition for my small empty brain. Well, I know nothing about love, but I know which one is not love. This is not love. I just want you to get more than just lips--either neck--so you know how hormone smells like. I remember your smell, a smell which make me smile in a blush when I remember it. Smile to remember how you smile, smile to remember the circular air which keep us closer and keep us warm. It's skin to skin thing, I can't talk more than what transferred form your skin to mine, vice versa. I remember the smell of your dirty skin which you got from this megapollutant city. I don&

malam-malam yang menolak lelap

Image
dan malam menolak lelap berkeras menunggu pagi meski subuh bergegas menghalangi tapi malam berderap, menolak lelap jangan kau ceritakan padanya tentang mentari yang mengunyah kelopak bunga atau lelehnya pada daun itu biarlah ia tetap menunggu pagi. dan mati ketika menanti karena ia tahu, esok ia kan hidup lagi.

aku merindukanmu

Image
Aku tidak lagi dapat mengingat bagaimana senyummu, bagaimana caramu tersenyum. Apakah tarikan tipis ke dua sisi, atau hanya sebuah garis di sisi kanan atau kiri wajahmu? Apakah menyeringai, atau malu-malu? Aku hanya ingat aku bersemu saat kau menyenyumiku. Aku merindu mendengar celotehanmu, meski tak semua kuingat. Mungkin kita pernah berbicara mengenai politik, atau pantai mana yang belum kita kunjungi. Mengenai kesulitan mempelajari bahasa asing, atau bagaimana cara pandang kita tentang tuhan. Aku tak ingat satu-persatu, tapi aku tahu aku sangat bersemangat kala itu. Aku merindumu di sisi ku. Pula tak kuingat bagaimana bau tubuhmu. Apakah parfummu seperti bau laut di pagi hari? Segar dan hangat. Ataukah seperti angin malam yang membelai dingin, hingga jarak kita pun kian menghilang. Mungkin juga bau tubuhmu adalah bau laki-laki yang tinggal sendiri, bau keringat yang mengandung feromon, membuatku ingin membaui hingga pagi mengetuk jendela. Ah… aku lupa, kamarmu tak berje

apapun maksudnya, selalu ada kesempatan untuk dimaknai dengan berbeda

Barusan saja saya berkunjung ke blog teman. Posting terakhirnya membicarakan ketidaksukaannya pada kalimat: "aku iriii..." karena kalimat tersebut dianggap penuh dengan perasaan buruk yang menggerogoti hati :D Pas baca posting itu, kok nampol ya. Beberapa kali saya memang berkata: "wah... Kerennya kamu, aku iriii..." Mungkin ini yang ditangkap berbeda. Ketika saya berkata "aku iri" dalam kalimat itu tidak ada perasaan buruk apapun, karena iri berbeda dengan dengki. Bagi saya, setiap manusia wajib iri pada keberhasilan orang lain. Iri bukan dalam bentuk negatif, Tetapi iri untuk terpacu bisa mencapai hal yang juga diidamkan. Buat saya, "aku iri" mencerminkan "wow, kamu keren, aku kagum padamu!" Tapi, kenapa juga ya saya tidak mengatakan stright to the point: "wow, kamu keren, aku kagum padamu!" Ini masalah kebiasaan dan sudut pandang, karena nilai suatu kata sangat dipengaruhi oleh pengalaman selama hidup. Cuma saya

shit (always) happens

beberapa jam yang lalu saya bersemangat betul menulis untuk blog yang sudah saya penuhi dengan sampah-sampah labil saya sekitar 6 tahun belakangan. ketika tulisan selesai dan akan publish... jeng jeng jeng... saya lupa password blog saya nan setia itu. maka lahirlah blog ini. pasalnya, saya ga cuma lupa password, tapi juga lupa betul imel yang saya gunakan untuk blog itu. saya, dan manusia lain saya yakin, agaknya sudah mulai terlalu tergantung pada teknologi. saya tak hapal nomor ibu, saya tak hapal nomor pacar, saya tak hapal nomor adik, tapi toh ada teknologi phonebook handphone yang dapat menyimpan ribuan nomor. saya tak hapal hari ulang tahun teman-teman, tapi juga toh ada facebook yang mengingatkan. bahkan saya selalu lupa minum obat, tetapi alarm dalam fitur calendar di handphone sudah menjadi asisten pribadi yang akan berteriak saat dibutuhkan. maka kepintaran manusia itu akhirnya membodohi juga. saya sekarang malas menghitung 20% dari Rp4,5 triliun menggunakan manu